Pemerintah, melalui Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, menyatakan pemeriksaan ulang sampel beras yang dicurigai mengandung unsur plastik menunjukkan hasil negatif.
"Hasil pemeriksaan di laboratorium forensik (Polri), BPOM, Kementerian Perdagangan dan Kementerian Pertanian, hasilnya negatif, tidak ada unsur plastik."
Sebelumnya dalam acara di kantor wali kota Bekasi, Kamis (25/5), Kepala Bagian Pengujian Laboratorium Sucofindo, Adisam NZ, mengumumkan hasil uji dua sampel yang diberikan oleh Dinas Perdagangan Bekasi.
Hasilnya, ditemukan senyawa polivinil klorida, yang biasa ditemukan pada produk plastik seperti kabel, pipa pralon (PVC) dll. Campuran klorida itu komposisinya sebanyak 6,76% dari 250 gram beras yang diperiksa.
Perbedaan hasil pemeriksaan, kata Kapolri Badrodin Haiti, mendorong mereka melakukan pengujian lanjutan terhadap sisa sampel yang diuji Sucofindo.
"Kami periksakan lagi ke (laboratorium) BPOM dan laboratorium Polri. Hasilnya juga negatif."
"Oleh karena itu, Kami simpulkan bahwa beras yang diduga plastik tidak ada."
Betapapun, heboh tentang beras plastik itu telah menimbulkan keresahan luas. Betapa tidak? Beras adalah makanan pokok masyarakat Indonesia, kebutuhan setiap rumah tangga setiap hari.
Sejumlah pejabat yang geram mengancam akan mengambil tindakan keras terhadap mereka yang menyebarkan kabar burung tentang beras plastik.
Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan Tejo Edhy Purdijatno menggolongkan penyebaran isu itu sebagai perbuatan makar. Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebut pelaku penyebaran isu itu bisa dipidanakan.
Di sisi lain, untuk menenangkan pembeli, sejumlah pedagang dan pengelola pasar sampai harus membuat dan memasang spanduk khusus untuk menegaskan beras yang mereka jual tidak mengandung unsur plastik.
Dari awal, desas-desus ini memang mengundang banyak pertanyaan.
Sejauh ini kabar ditemukannya "beras plastik" hanya terjadi di sebuah tempat di Bekasi, dan tidak meluas ke berbagai daerah lain.
Hasanudin Abdurakhman, seorang doktor fisika yang memimpin sebuah perusahaan Jepang yang memproduksi bahan plastik menganggap beras plastik tidak masuk di akal dari segi produksi dan dari segi ekonomi," tambahnya.
"Karena harga bahan dasar plastik -bahkan yang daur ulang- akan lebih mahal dari beras, dan teknologi untuk memproduksinya juga tidak bisa yang terlalu sederhana. Lebih-lebih plastik tak bisa dicerna dan gampang dikenali rasanya yang asing oleh lidah," katanya
Jadi mengapa isu ini bisa berkembang begitu cepat dan menimbulkan keresahan luas?
No comments:
Post a Comment
Postkan Komentar anda biar ramai :-))